Pacitan LN.99 - Pemerintah merupakan penjamin kelangsungan hidup bagi warganya,baik dari sisi sosial maupun sisi kesehatan.Untuk itu pemerintah selalu berusaha dalam berbagai kesempatan untuk bisa menyampaikan betapa bahanya penggunaan zat kimia serta bahan bahan yang mengandung merkuri.
Sebagai tindak lanjut dari Konvensi Minamata tentang penggunaan merkuri (air raksa, hydrargyrum) yang berdampak pada kesehatan dan lingkungan maka Pemerintah Republik Indonesia menerbitkan UU No. 11 tahun 2017 yang meratifikasi konvensi tersebut. Selanjutnya, sebagai tindak lanjut undang-undang, dikeluarkan Peraturan Presiden Nomer 21 tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Pengurangan dan Penghapusan Merkuri.
Mengapa merkuri berbahaya? Menjawab pertanyaan ini, Kabid PSLB3 DLH Pacitan, menjelaskan, "Paparan merkuri atau air raksa itu menyebabkan gangguan kesehatan yang secara akumulatif menimbulkan tremor, gangguan motorik, gangguan saraf, pencernaan, ginjal dan lain-lain." jelas Yoni Kristanto Kabid PSLB3 DLH kabupaten Pacitan pada awak media melalui sambungan medsosnya 27/08/2024.
Disebutkan pula bahwa ibu hamil (bumil) yang terpapar merkuri akan melahirkan bayi dengan IQ rendah, untuk itu bagi ibu hamil harus berhati hati dan menjauhi bahan bahan yang mengandung merkuri.
"Merkuri, atau air raksa (Hg), adalah logam berat yang berbentuk cairan pada suhu ruang dan berwarna keperakan. Merkuri memiliki sifat kimia yang stabil, mudah menguap, dan melepaskan uap beracun, terutama saat dipanaskan. Merkuri tidak berbau, sehingga tidak memberikan peringatan tentang konsentrasi yang berbahaya" jelas Cicik Roudlatul Jannah, ST.MT kepala DLH kabupaten Pacitan, Senin 27/08/2024.
Yang berbahaya lagi adalah merkuri bersifat persisten atau terus menerus ada di lingkungan. "Ketika dia lepas ke tanah, maka akar tanaman akan menyerapnya, jadilah tanaman itu mengandung merkuri. Ketika kita makan hasil dari tanaman itu, apakah itu buah atau daunnya, maka merkuri yang ada dalam buah atau daun tadi akan masuk dan tinggal dalam tubuh kita. Bisa di jaringan dan bahkan sampe ke rambut dan kuku kita. Ini kalau terakumulasi cukup lama dalam kadar tertentu maka akan timbul masalah kesehatan, " tambah Yoni.
Karena sifat berbahaya dan "abadi" di lingkungan inilah maka penggunaannya akan dihapuskan dan dilarang untuk digunakan. "Merkuri atau air raksa ini dulu pernah digunakan sebagai bahan kosmetik untuk pemutih, dipakai juga di alat kesehatan seperti tensi meter, termometer, tambal (amalgam) gigi dan sebagainya, " imbuh Yoni. Di samping itu merkuri juga digunakan untuk memisahkan emas dari partikel lain di proses pengolahan emas. Pertambangan dan pengolahan emas skala kecil seperti di Desa Kebonsari, Punung, diduga masih menggunakan merkuri ini sebagai alat bantunya.
Lebih lanjut Yoni menyampaikan, "Saya sampaikan ke KLHK bahwa harus ada bahan, alat atau metode alternatif untuk menggantikan merkuri atau air raksa di pengolahan emas. Biar masyarakat yang tadinya menggunakan merkuri mau beralih ke yang lain. "
Akhir tahun 2025 adalah akhir penggunaan merkuri di pertambangan emas skala kecil. Setelah itu merkuri alias air raksa menjadi barang yang "haram" digunakan. Yoni yang saat dikonfirmasi masih mengikuti kegiatan terkait penghapusan merkuri di Jakarta menutup keterangannya, "Saya minta, semua yang masih memiliki, menyimpan atau menjual alat yang mengandung merkuri seperti alkes, air raksa untuk mengolah emas dan sebagainya, bersiap-siap. Ketika merkuri atau air raksa sudah menjadi barang "haram" menurut peraturan maka harus kita ikuti. Stop penggunaan merkuri atau air raksa!! " pungkas Yoni seraya menutup telpon genggamnya. (Addy.MG)